Ada sebuah kisah nyata yang diambil dari buku Qishasasu Muatsirat Lilfatayatkarya Ahmad salim Badwilan.
Ada seorang wanita yang baru saja
dipersunting menjadi istri oleh seorang laki-laki. Lazimnya tradisi di
Timur Tengah, saat malam pertama sang istri menyiapkan hidangan pembuka
bagi suami. Mereka berkumpul mesra di ruang makan.
Tiba-tiba, keduanya mendengar suara ketukan pintu. Sang suami menghentak dan berkata gusar, “Siapa tamu yang mengganggu ini?”
Berdirilah istri menuju pintu lalu bertanya dari balik pintu, “Siapa?”.
Terdengar jawaban, “Saya adalah pengemis yang meminta sedikit makanan”.
Si istri kemudian menyampaikan kepada suaminya, “Dia pengemis meminta sedikit makanan”.
Marah si suami sembari berkata,
“Hanya gara-gara pengemis ini istirahat kita terganggu apalagi kita
sedang menikmati malam pertama?”.
Si suami bergegas keluar dan
langsung menghantam pengemis itu secara bertubi-tubi. Sesat kemudian,
terdengar rintihan dan ringisan.
Si pengemis berlalu membawa rasa lapar dan luka yang memenuhi ruh, jasad dan kehormatannya.
Si suami kembali menemui istrinya di dalam kamar pengantin dengan hati yang penuh emosi karena gangguan yang terjadi barusan.
Sejurus kemudian, si suami
terkena sesuatu menyerupai penyakit kesurupan, lalu dia merasa dunia
menyempit dan menghimpitnya dengan keras. Lalu dia berlari keluar rumah
dengan menjerit, meninggalkan istrinya yang ketakutan.
15 tahun berlalu...
Sang istri yang ditinggal
suaminya ini mendapat pinangan lagi dari lelaki lain. Ia pun menerima
dan mereka melangsungkan pernikahan.
Pada malam pertama, suami istri
tersebut berkumpul didepan hidangan pembuka yang telah disajikan.
Tiba-tiba keduanya mendengar suara ketukan pintu. Berkata suami kepada
istrinya, “Pergilah bukakan pintu”.
Si istri menuju pintu dan bertanya, “Siapa?”.
“Pengemis meminta sesuap nasi”, kata tamu tersebut.
Si istri menemui suaminya yang langsung menanyakan siapa tamu. Si istri berkata, “Pengemis meminta sesuap nasi”.
Maka si suami berkata, “Panggil
dia kemari dan siapkan seluruh makanan ini diruang tamu lalu persilahkan
dia makan sampai kenyang”.
Si istri bergegas menyiapkan hidangan, membukakan pintu lalu mempersilahkan pengemis itu untuk makan.
Si istri kembali menemui suaminya
dengan menangis. Suaminya bertanya, “Ada apa denganmu?, Kenapa kamu
menangis?, Apa yang terjadi?, Apakah pengemis itu menghinamu?”
Si istri menjawab dengan linangan air mata yang memenuhi matanya, “Tidak”.
“Dia mengganggumu?”, tanya suami.
“Tidak”, jawabnya.
“Dia menyakitimu?”, tanya suami.
“Tidak”, jawabnya.
“Lalu kenapa engkau menangis?”, tanya suami.
Si istri berkata, “Pengemis yang
duduk di ruang tamumu dan menyantap hidanganmu adalah mantan suamiku
lima belas tahun yang lalu. Pada malam pengantin itu, ada pengemis datang
dan suamiku memukulinya dengan keras. Setelah itu mantan suamiku
kembali menemuiku dengan dada yang sempit. Aku menyangkanya dia terkena
jin atau kesurupan. Dia lari meninggalkan rumah tanpa ada kabar sampai
malam ini….Ternyata dia menjadi pengemis.”
Si suami tiba-tiba menangis….
Istrinya bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?”
“Taukah kamu siapa pengemis yang dipukul oleh mantan suamimu dulu?”, kata suami.
“Siapa dia?”, tanya sang istri.
“Sesungguhnya pengemis itu, aku….”, suaminya menjelaskan.
Moral Cerita
Kita tak pernah tahu apa yang
terjadi esok hari, bahkan satu jam atau satu detik ke depan. Roda hidup
terus berputar. Tatkala kita menjalani hidup, maka apa yang kita tabur
dan itulah yang kita tuai. Beberapa kepercayaan menyebutnya sebagai
karma, sementara secara ilmiah inilah hukum aksi-reaksi.
Ketika kita berbuat jahat pada
orang lain, maka Tuhan, yang menciptakan keseimbangan di alam semesta
ini, menjalankan hukum aksi-reaksi tersebut pada diri kita. Maka,
berbuatlah baik sekuat mungkin agar kita pun mendapat ganjaran setimpal
dari kebaikan kita.
Di sisi lain, bagi kaum wanita,
alangkah indah menjaga kehormatan dan menjadi istri, ibu yang baik bagi
keluarga. Sang wanita pada kisah nyata di atas tetap berpegang pada
hukum agama yang ia anut, untuk menjaga kehormatan dan kesetiaan pada
suami.
Sementara para suami dan siapa
pun lelaki yang kelak menjadi seorang suami, sebuah kehormatan bagi kaum
pria menjadi kepala rumah tangga. Memberi teladan yang baik kepada
istri dan anak-anak adalah semulianya ketundukan kepada Tuhan. Termasuk
memberi contoh kemurahan, kebaikan hati pada tetangga, dan sesama
manusia. Maka, Insya Allah mendapat kebaikan yang sama.
yuk kita rajin bersedekah. sedekah "Like" disini yah
0 Response to "Ketika Suami Jadi Pengemis, dan Pengemis Jadi Suami"
Post a Comment
Silahkan berikan komentar sesuai judul Artikel ^_^