PENAMPILAN menarik dan “good-looking” tak hanya penting dalam menggaet lawan jenis, namun juga untuk mencari pekerjaan.
Di beberapa negara, fenomena ‘lookism’ alias kecenderungan menerima
pegawai berdasarkan penampilan fisik, dinilai sebagai bentuk baru dari
diskriminasi dan rasisme.
Di Amerika Serikat, ‘lookism’ bahkan telah masuk dalam ranah hukum,
ditandai dengan didaftarkannya sejumlah tuntutan dari para calon atau
mantan pegawai yang didepak dari perusahaan akibat penampilannya kurang menarik.
Pakar ekonomi Daniel Hamermesh menganggap hal ini tak ubahnya seperti menyamakan fisik yang kurang menarik dengan cacat tubuh.
“Penelitian saya menunjukkan, penampilan yang good-looking dapat
menghasilkan uang yang lebih banyak, pasangan yang lebih kaya, bahkan
kemudahan saat akan mengajukan kredit di bank,” papar Hamermesh pada
Daily Mail.
Hamermesh menambahkan, sebagian orang terlahir dengan wajah yang tidak
begitu menarik dan tidak berusaha mengubah penampilannya. Bagi
Hamermesh, mereka seolah terjebak dalam wajahnya sendiri.
Salah satu korban ‘lookism’ ialah Shirley Ivey, mantan pegawai Department of Consumer and Regulatory di Washington.
Ivey menuntut perusahaannya setelah seorang supervisor berulang kali
mengatakan akan lebih menghargai Ivey jika wajahnya jauh lebih cantik.
“Orang-orang dengan wajah menarik cenderung tak memiliki banyak halangan
dalam meraih kesuksesan di pekerjaan,” tutur Lawrence Davies dari firma
hukum Equal Justice menanggapi kasus yang menimpa Ivey.
Tanpa disadari, fenomena ini juga telah merambah di tanah air. Sadarkah
Anda, berapa banyak lowongan pekerjaan yang mencantumkan syarat “good
looking” bagi para calon pelamarnya?
Tak hanya sales promotion girl, penjaga toilet di mall pun dipoles
sedemikian rupa untuk menghasilkan penampilan yang menarik pengunjung.
Sumber: http://angkatigabelas.blogspot.com/2012/05/orang-jelek-tak-boleh-kerja.html