Entrepreneur berusia 19 tahun ini
tidak ingat secara pasti kapan pertama kali dirinya mulai berdagang.
Namun satu hal yang pasti adalah bibit-bibit kemandiriannya telah
terbentuk sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Mulai dari
menjual kelereng, gambaran, petasan hingga menjual koran, menjadi tukang
parkir serta ojek payung, Hamzah Izzulhaq, demikian nama entrepreneur
muda ini memoles jiwa entrepreneurship-nya. Bertujuan menambah uang
saku, ia melakoni semua itu di sela-sela waktu luang saat kelas 5 SD.
Hamzah,
begitu dia sering disapa, terlahir dari keluarga menengah sederhana.
Sang ayah berprofesi sebagai dosen sementara ibunda adalah guru SMP.
Secara ekonomi, Hamzah tak kekurangan. Ia senantiasa menerima uang saku
dari orangtuanya. Namun terdorong oleh rasa ingin Mandiri
dan memiliki uang saku yang lebih banyak, Hamzah rela menghabiskan
waktu senggangnya untuk mencari penghasilan bersama dengan
teman-temannya yang secara ekonomi masuk dalam kategori kurang mampu.
Hamzah mulai menekuni bisnisnya
secara serius ketika beranjak remaja dan duduk di bangku kelas 1 SMA. Ia
berjualan pulsa dan buku sekolah setiap pergantian semester. Pemuda
kelahiran Jakarta, 26 April 1993 ini melobi sang paman yang kebetulan
bekerja di sebuah toko buku besar untuk menjadi distributor dengan
diskon sebesar 30% per buku. “Buku itu lalu saya jual ke teman-teman dan
kakak kelas. Saya beri diskon untuk mereka 10%, sehingga saya mendapat
20% dari setiap buku yang berhasil terjual. Alhamdulillah, saya
mengantongi nett profit pada saat itu mencapai Rp950 ribu/semester,” aku
Hamzah kepada CiputraEntrepreneurship.com.
Uang jerih payah dari hasil
penjualan pulsa dan keuntungan buku kemudian ditabungnya. Sebagian
dipakai untuk membuka konter pulsa dimana bagian operasional diserahkan
kepada teman SMP-nya sementara Hamzah hanya menaruh modal saja.
Sayangnya, bisnis itu tak berjalan lancar. Omzet yang didapat sering
kali dipakai tanpa sepengetahuan dan seizin Hamzah. Voucher pulsapun
juga sering dikonsumsi secara pribadi. Dengan kerugian yang diteriman,
Hamzah akhirnya memutuskan untuk menutup usaha yang hanya berjalan
selama kurang lebih 3 bulan itu. “Sampai sekarang etalase untuk menjual
pulsa masih tersimpan di gudang rumah,” kenang Hamzah sambil tertawa.
Dengan menyimpan rasa kecewa,
Hamzah berusaha bangkit. “Saya sangat suka membaca buku-buku
pengembangan diri dan bisnis. Terutama buku “Ciputra Way” dan “Quantum
Leap”. Sehingga itu yang membuat saya bangkit ketika rugi berbisnis,”
jelasnya. Bermodal sisa tabungan di bank, Hamzah mulai berjualan pulsa
kembali. Beberapa bulan kemudian, tepatnya ketika ia kelas 2 SMA, Hamzah
membeli alat mesin pin. Hal itu nekat dilakoninya karena ia melihat
peluang usaha di sekolahnya yang sering mengadakan sejumlah acara
seperti pentas seni, OSIS dan lainnya, yang biasanya membutuhkan pin
serta stiker. Dari acara-acara di sekolah, ia menerima order yang cukup
besar. Tapi lagi-lagi ia harus menerima kenyataan merugi lantaran tak
menguasai teknik sehingga banyak produk orderan yang gagal cetak dan
mesinnya pun rusak. “Ayah sedikit marah dengan kerugian yang saya buat
itu,” lanjut Hamzah.
Dari kerugian itu, Hamzah merenung
dan membaca biografi pengusaha sukses untuk menumbuhkan kembali
semangatnya. Tak berapa lama, ia mulai berjualan snack
di sekolah seperti roti, piza dan kue-kue. Profit yang terkumpul dari
penjualan makanan ringan itu sebesar Rp5 juta. Pada pertengahan kelas 2
SMA, ia menangkap peluang bisnis lagi. Ketika sedang mengikuti seminar
dan komunitas bisnis pelajar bertajuk Community of Motivator and
Entrepreneur (COME), Hamzah bertemu dengan mitra bisnisnya yang menawari
usaha franchise bimbingan belajar (bimbel) bernama Bintang Solusi Mandiri. “Rekan bisnis saya itu juga masih sangat muda, usianya baru 23 tahun. Tapi bimbelnya sudah 44 cabang,” terangnya.
Hamzah lalu diberi prospektus dan
laporan keuangan salah satu cabang bimbel di lokasi Johar Baru, Jakarta
Pusat, yang kebetulan ingin di-take over
dengan harga jual sebesar Rp175 juta. Dengan hanya memegang modal Rp5
juta, pengusaha muda lulusan SMAN 21 Jakarta Timur ini melobi sang ayah
untuk meminjam uang sebagai tambahan modal bisnisnya. “Saya meminjam
Rp70 juta dari ayah yang seharusnya uang itu ingin dibelikan mobil. Saya
lalu melobi rekan saya untuk membayar Rp75 juta dulu dan sisanya yang
Rp100 juta dicicil dari keuntungan tiap semester. Alhamdulillah,
permintaan saya dipenuhi,” kenang Hamzah.
Dari franchise bimbel itu, bisnis
Hamzah berkembang pesat. Keuntungan demi keuntungan selalu diputarnya
untuk membuat bisnisnya lebih maju lagi. Kini, Hamzah telah memiliki 3
lisensi franchise bimbel dengan jumlah siswa diatas 200 orang tiap
semester. Total omzet yang diperolehnya sebesar Rp360 juta/semester
dengan nett profit sekitar Rp180 juta/semester. Sukses mengelola bisnis
franchise bimbelnya, Hamzah lalu melirik bisnis kerajinan SofaBed di
area Tangerang.
Sejak bulan Agustus lalu, bisnis
Hamzah telah resmi berbadan hukum dengan nama CV Hamasa Indonesia.
Lulusan SMA tahun 2011 ini duduk sebagai direktur utama di perusahaan
miliknya yang omzetnya secara keseluruhan mencapai Rp100 juta per bulan.
“Saat ini saya sedang mencicil perlahan-lahan modal yang saya pinjam 2
tahun lalu dari ayah. Alhamdulillaah, berkat motivasi dan Pak Ci saya
sudah bisa ke Singapore dan Malaysia dengan hasil uang kerja keras
sendiri,” ujarnya.
Like yah ^_^